Hadits ke-05
BID'AH
عَنْ اُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ اُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ اَحْدَثَ فِي اَمْرِنَاهَذَامَالَيْسَ مِنْهَ فَهُوَرَدٌّ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya :
Dari ibu kaum mu'minin, Ummu Abdillah Aisyah radhiyallahu anhaa, katanya : Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam urusan agama kami ini yang tidak kami perintahkan, maka amalnya itu ditolak (tidak diterima)." (HR. Bukhori & Muslim).
Pengertian Hadits :
A. Pengertian Bid'ah dan Jenis-Jenis nya
1. Pengertian Bid'ah
Bid'ah menurut bahasa adalah mengadakan sesuatu tanpa ada contohnya,
Perbuatan Bid'ah itu ada 2 macam :
- Perbuatan Bid'ah dalam adat Istiadat (kebiasaan) ; Seperti adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termaksud didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). ini adalah mubah (diperbolehkan); karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah,
- Perbuatan Bid'ah didalam Ad-dien (Agama) ; hukumnya haram, karena didalam agama itu ada tauqifi (tidak bisa diubah-ubah).
2. Macam-Macam Bid'ah
Bid'ah didalam agama dibagi menjadi 2 :
- Bid'ah qauliyah 'itiqadiyah : Bid'ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang jahmiyah, Mu'tazilah dan Rahfidhah serta semua firqoh-firqoh (kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka,
- Bid'ah fil Ibadah (Bid'ah didalam agama) : seperti beribadah kepada allah dengan apa yang tidak di syariatkan oleh allah swt. dan bid'ah didalam agama ini dibagi beberapa bagian yaitu:
- Bid'ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah yaitu mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syariat islam, seperti mengerjakan sholat yang tidak disyariatkan, shiyam yang tidak disyariatkan atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti ulang tahun, hari kelahiran dan lain-lainnya,
- Bid'ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti menabah rakaat kelima pada sholat dzhuhur dan asar,
- Bid'ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. yaitu menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyariatkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara membaca berjama'ah dan suara yang keras, juga membani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batasan-batasan sunnah Rasulullah,
- Bid'ah yang bentuknya mengkhususkan suatu ibadah yang disyariatkan, tapi tidak dikhususkan oleh syariat yang ada. seperti mengkhususkan hari dan malam nisfu sya'ban (tanggal 15 bulan sya'ban) untuk shiyam dan qiamullail. Memang shiyam dan qiamullail itu disyariatkan, akan tetapi pengkhususannya dengan pembatasan waktu memerlukan dalil.
Hukum Bid'ah didalam agama
Segala bentuk Bid'ah dalam bentuk ad-dien hukumnya adalah haram dan sesat.
sebagaimana sabda rasulullah saw :
مَنْ اَحْدَثَ فِي اَمْرِنَاهَذَامَالَيْسَ مِنْهَ فَهُوَرَدٌّ (رواه البخارى ومسلم)
"Barang siapa
mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam urusan agama kami ini yang
tidak kami perintahkan, maka amalnya itu ditolak (tidak diterima)." (HR. Bukhori & Muslim)
Didalam hadits lain dikatakan :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَرَدُّ
"Barang siapa beramal dengan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalnya itu tertolak (tidak diterima)"
Maka hadits tersebut menjelaskan bahwa segala yang diada-adakan didalam islam adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat dan ditolak.
artinya bahwa bid'ah didalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.
Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid'ahnya, ada diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur, mempersembahkan sembelian dan nadzar-nadzar pada kuburan tersebut, berdoa kepada ahli kubur dan meminta pertolongan kepada mereka, dan seterusnya. begitu juga bid'ah perkataan-perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan jahmiyah dan Mu'tazilah. Ada juga bid'ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan seperti membangun bangunan diatas kuburan, sholat bedoa disisinya, ada juga Bid'ah yang mmerupakan fasiq secara akhidah sebagaimana halnya bid'ah khawarij, Qhodariyah dan Murji'ah dalam perkataa-perkataan mereka dan keyakinan Al-qu'ran dan sunnah. dan ada juga bid'ah yang berupa maksiat seperti bid'ahnya orang yang beribadah yang keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Saw dan shiyam yang berdiri diterik matahari, juga memotong tempat sperma dengan tujuan menghentikan syahwat jima' (bersetubuh).
Catatan :
Bagi orang yan membagi Bid'ah menjadi Bid'ah Hasanah (Baik) dan Bid'ah Syayyiah (jelek) salah dan menyelisihi sabda rasulullah saw yang artinya "sesungguhnya setiap bentuk bid'ah adalah sesat".
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitabnya “SyarhArba’in” mengenai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap
bid’ah adalah sesat”, merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak ada
sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar dari dasar
Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : “Artinya : Barangsiapa mengadakan hal
baru yang bukan dari urusan kami, maka perbuatannya ditolak”. Jadi setiap orang
yang mengada-ada sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak
ada dasarnya dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam
berlepas diri darinya; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau
perkataan-perkataan, baik lahir maupun batin.
Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang
mereka katakan bahwa bid’ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar
Radhiyallahu ‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”, juga
mereka berkata : “Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini)”, yang
tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu
kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”.
Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa
sesungguhnya masalah-masalah ini ada rujukannya dalam syari’at, jadi bukan
diada-adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu ‘anhu : “Sebaik-baik bid’ah adalah
ini”, maksudnya adalah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah menurut syariat.
Apa saja yang ada dalilnya dalam syariat sebagai rujukannya jika dikatakan “itu
bid’ah”. maksudnya adalah bid’ah menurut arti bahasa bukan menurut syari’at,
karena bid’ah menurut syariat itu tidak ada dasarnya dalam syariat sebagai
rujukannya.
Dan pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada
rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memerintahkan penulisan Al-Qur’an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka
dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu
mushaf) untuk menjaga keutuhannya.
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah shalat secara berjama’ah bersama para sahabat beberapa malam,
lalu pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan
sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok
di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat
beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu ‘anhu menjadikan mereka satu jama’ah di
belakang satu imam. Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan
hal ini bukan merupakan bid’ah dalam Ad-Dien.
Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya
dalam syariat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan
untuk menulis sebagian hadits-hadist kepada sebagian sahabat karena ada
permintaan kepada beliau dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum adalah ditakutkan
tercampur dengan penulisan Al-Qur’an. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut; sebab Al-Qur’an sudah
sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak
hilang ; semoga Allah Ta’ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua,
karena mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu
‘alaihi wa sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan
orang-orang yang selalu tidak bertanggung jawab.
Faedah Hadits :
1. Syarat diterimanya amalan itu ada dua yaitu
ikhlas dan ittiba’
(mengikuti tuntunan).
2. Mengamalkan amalan yang tidak ada tuntunannya, maka
amalan tersebut mardudun (tertolak), tidak diterima
di sisi Allah.
3. Kalimat “man ahdatsa” berarti mengadakan
amalan yang baru dalam agama.
4. Kalimat “fii amrinaa” bermakna dalam agama.
5. Dari dalil ini
dapat disimpulkan bahwa semua bid’ah itu madzmumah (tercela), tidak diterima di
sisi Allah. Sehingga pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah
sayyi’ah atau membaginya menjadi lima sesuai dengan hukum taklif (wajib,
sunnah, haram, makruh, dan mubah) tidaklah tepat. Ditambah lagi dalam hadits
disebutkan celaan pada setiap macam bid’ah di mana disebut “kullu
bid’atin dholalah”, setiap bid’ah itu sesat. Kata “kullu”
di sini maknanya umum, artinya semua bid’ah itu tercela.
Amalan bid’ah itu ada beberapa macam:
- ada yang bid’ahnya pada pokok amalan artinya ia
mengamalkan amalan yang asalnya tidak ada tuntunan, maka amalan tersebut tidak
diterima;
- ada yang
bid’ahnya pada tambahan namun amalan pokoknya tetap disyari’atkan, maka amalan
tambahan ini tertolak, adapun amalan pokoknya diterima jika memang tidak
dirusak dengan amalan tambahan;
- pokok amalan
asalnya ada tuntunan, namun seseorang mengerjakannya menyelisihi ketentuan
syari’at, amalan tersebut tidak diterima; seperti berpuasa dari berbicara, maka
tidak ada tuntunan;
6. sudah sesuai dengan ketentuan pokok syari’at dan
caranya, namun jumlahnya yang berbeda dengan ketentuan; seperti mengamalkan
dzikir pagi petang dibaca seribu kali untuk bacaan istighfar, maka ini
menyelisihi ketentuan;
7. amalannya disyari’atkan namun menyelisihi dalam hal
mengistimewakan hari dan tempat, seperti berpuasa pada hari Selasa karena
dianggap sebagai hari lahirnya, maka amalan tersebut tidak diterima.
8. Jika ada yang melakukan ibadah dengan cara yang
terlarang yang tidak disyari’atkan apakah amalan tersebut diterima ataukah
tidak, perlu dirinci:
jika larangan yang dilakukan di luar dari ibadah
seperti berhaji dengan harta haram atau berwudhu dari bejana yang terbuat dari
emas, ibadahnya sah, namun berdosa karena melakukan yang haram;
9. jika larangan
tersebut mausk dalam ibadah, misalnya shalat di rumah hasil rampasan, maka yang
dilakukan adalah perbuatan yang haram dan pelakunya berdosa. Namun jumhur ulama
menyatakan tetap mendapatkan pahala. Sedangkan Imam Ahmad menganggap shalatnya
tidaklah sah.
Jazakallahu
khoiron Kasyiron....
Nb ;
- Menerima jasa ketik bahasa arab.
-Kunjungijuga:
1. Instagram : @para_remaja_bersholawat
2. Facebook : Yunis Hajardinata
3. Channel Youtube : Suara Radio Insfiratip
- Jika ada yg blm jlas dpat ditanyakan melewati
kolom komentar. Atau bisa chat kami 0812-8112-4505.